A.
PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
1. Pengertian
Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis
berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harfiah reformasi
mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata
kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk
semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat. Reformasi
juga di artikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru
untuk memenuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
2. Syarat-Syarat Dilakukannya Reformasi
Untuk melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang
harus terpenuhi, yaitu:
a.
Adanya suatu
penyimpangan.
b. Berdasar
pada suatu kerangka struktural tertentu.
c.
Gerakan
reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi.
d. Reformasi
dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik
e. Reformasi
dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan
Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Tujuan Reformasi
Tujuan
reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Melakukan perubahan
secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara;
2. Menata kembali seluruh
struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari
arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa;
3. Melakukan perbaikan di
segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
pertahanan keamanan;
4. Menghapus
dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang
tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan
sewenang-wenang atau otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan yang lain.
4. Peranan Pancasila sebagai paradigma
reformasi
Inti reformasi adalah memelihara
segala yang sudah baik dari kinerja bangsa dan negara dimasa lampau, mengoreksi
segala kekurangannya,sambil merintis pembaharuan untuk menjawab tantangan masa
depan. Pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara masa lalu memerlukan
identifikasi, mana yang masih perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.
Pancasila yang merupakan lima
aksioma yang disarikan dari kehidupan masyarakat Indonesia jelas akan mantap
jika diwadahi dalam sistem politik yang demokratis, yang dengan sendirinya
menghormati kemajemukan masyarakat Indonesia. Pemilihan umum, salah satu sarana
demokrasi yang penting, baru dipandang bebas apabila dilakukan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Peranan Pancasila dalam era reformasi harus nampak sebagai
paradigma ketatanegaraan, artinya Pancasila menjadi kerangka pikir atau pola
pikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai Dasar Negara. Pancasila sebagai
landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti bahwa setiap gerak
langkah bangsa dan negara Indonesia haru selalu dilandasi oleh sila-sila yang
terdapat dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari
warga masyarakat, maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus
berdasarkan hukum yang jelas. Jadi hukum yang dibentuk tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila.
4.1 Gerakan Reformasi
Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini, bangsa
Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang hebat, sehingga menyebabkan stabilitas
ekonomi makin ambruk dan menyebar luasnya tindakan Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme pada hampir semua instansi pemerintahan serta penyalahgunaan
kekuasaan dan wewenang para petinggi negara yang membuat rakyat semakin
menderita.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi
negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik,
semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan
dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila.
Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional,
sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa,
cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanyaReformasi di
segala bidang terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan
oleh Prof. Dr. B.J Habibie. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet
Reformasi Pembangunan. Dalam pemerintahan Habibie, melakukan reformasi secara
menyeluruh terutama pengubahan pada 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian
diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga
perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan,
UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan
Buruh, dan lain sebagainya (Nopirin dalam Kaelan, 1998:1). Dan dengan
demikian, reformasi harus juga diikuti reformasi hukum bersama aparat
penegaknya serta reformasi pada pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan melalui
Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit politik
dan pelaku politik bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan
masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan benar.
a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari
sebuah kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang
mengatasnamakan Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan
pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dan
melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah pengerusakan
fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah. Oleh karena itu
dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham akan
pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai
dengan tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan
untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan, 1998).
b. Pancasila sebagai Dasar
Cita-cita Reformasi
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada
kedudukan dan fungsinya. Pada masa orde lama pelaksanaan negara mengalami penyimpangan
dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup yang bersifat
diktator. Pada masa orde baru, Pancasila hanya sebagai alat politik oleh
penguasa. Setiap warga yang tidak mendukung kebijakan penguasa dianggap
bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka
Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak
terjadi anarkisme yan menyebabkan hancurnya bangsa dan negara
Indonesia.
5. Reformasi
dengan paradigma pancasila
Setiap sila mempunyai nilai dalam
paradigma reformasi, yaitu:
a. Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan
harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia makhluk tuhan.
b.Reformasi yang berperikemanusiaan yang
adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi berlandaskan pada moral
kemanusiaan sebagai upaya penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat
dan martabat manusia
c. Reformasi yang berdasarkan nilai
persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan
bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
d. Reformasi yang berakar pada asas
kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara
harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan.
e. Reformasi
yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya,
gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
6. Pancasila Sebagai Paradigma
Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini,
seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu
keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin
dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan
perundang-undangan. Agenda yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para
reformis yang paling mendesak adalah reformasi bidang hukum.
Hal ini berdasarkan pada suatu
kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde
Baru, salah satu sub system yang mengalami kerusakan parah selama Orde Baru
adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegakkannya dirasakan
semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan.
Sub-sistem hukum nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan
masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara
pemerintahan.
a. Pancasila sebagai Sumber
Nilai Perubahan Hukum
Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai
serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia.
Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum terutama dalam kaitannya berbagai
macam upaya perubahan hukum, atau Pancasila harus merupakan paradigma dalam
suatu pembaharuan hukum. Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan
masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui agar aktual atau sesuai
dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan dalam
pembaharuan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai
kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.
Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif.
Dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang
memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang
diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya itu
sendiri.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian. Pertama, sumber formal hukum,
yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum. Kedua,
sumber material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau
suatu isi suatu norma hukum. Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan
perundang-undangan Indonesia yang tersusun secara hierarkis. Selain sumber yang
terkandung dalam Pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber
pada kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud
aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Oleh karena itu, dalam reformasi hukum
dewasa ini selain Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum yang merupakan
sumber norma dan sumber nilai, terdapat unsur pokook yang justru tidak kalah
pentingnya yaitu kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat.
b. Dasar
Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional, sehingga reformasi
hukum memiliki landasan dan tujuan yang jelas. Dalam upaya reformasi hukum
dewasa ini telah banyak dilontarkan beerbagai macam pendapat tentang aspek apa
saja yang dapat dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah
banyak usulan untuk perlunya amandemen atau kalau perlu perubahan secara
menyeluruh terhadap pasal-pasal UUD 1945. Berdasarkan banyaknya aspirasi yang
berkembang cenderung ke arah adanya amandemen terhadap pasal-pasal UUD 1945
bukannya perubahan secara menyeluruh namun hendaklah dipahami secara obyektif
bahwa bilamana terjadi perubahan seluruh UUD 1945 maka hal itu tidak menyangkut
perubahan terhadap pembukaan UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 berkedudukan
sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Oleh karena itu, apabila merubah
pembukaan dari UUD 1945 maka sama halnya membubarkan negara Indonesia. Seluruh
perubahan maupun produk hukum di Indonesia haruslah didasarkan pada pokok-pokok
pikiran yang yang tertuang dalam Pancasila yang hakikatnya merupakan cita-cita
hukum dan merupakan esensi dari sila-sila Pancasila.
Dasar yuridis Pancasila sebagai reformasi hukum adalah Tap
No.XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses
penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nila-nilai Pancasila dan
secara eksplisit dirinci tata urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
7. Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan
sumber nilai system politik Indonesia dalam pembukaan UUD’45 alenia IV, jika
dikaitkan dengan alenia II, dasar politik ini menunjukkan bentuk dan bangunan
kehidupan masyarakat Indonesia. Namun dalam kenyataannya nilai demokrasi ini
pada masa Orla dan Orba tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Reformasi politik pada dasarnya
berkenaan dengan masalah kekuasaan yang memang diperlukan oleh negara maupun
untuk menunaikan dua tugas pokok yaitu memberikan kesejahteraan dan menjamin
keamanan bagi seluruh warganya. Reformasi politik terkait dengan reformasi
dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti bidang hukum, ekonomi, sosial
budaya serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik
harus sesuai dengan kaidah hukum, oleh karena itu hukum harus dibangun secara
sistematik dan terencana sehingga tidak ada kekosongan hukum dalam bidang
apapun. Jangan sampai ada UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita
alami selama ini.
8. Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia pada masa
Orba bersifat birokratik otoritarian. Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini
diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip kesejahteraan
bersama yang kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang.
Maka dari itu perlu dilakukan langkah yang strategis dalam upaya melakukan
reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan
nilai-nilai Pancasila.
B. PANCASILA
SEBAGAI KEHIDUPAN KAMPUS
1. Aktualisasi
pancasila
Aktualisasi berasal dari kata
aktual, yang berarti betul-betul ada, terjadi, atau sesungguhnya, hakikatnya.
Dimana pancasila memang sudah jelas berdiri di Negara Indonesia sebagai dasar
Negara dan ideologi Negara. Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai
Pancasila benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga
negara mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa.
2. Tridarma
Perguruan Tinggi
Peranan
perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan
pendidikan dan pegajaran di atas perguruan tingkat menengah berdasarkan
kebudayaan bangsa Indonesia dengan cara ilmiah yang meliputi: pendidikan
dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri
Darma Perguruan Tinggi
Perlu
diketahui, bahwa pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masarakat bukanlah
merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat, melainkan
senantiasa mengembangkan dan mengabdi kepada masarakat. Maka menurut PP. No. 60
Th. 1999, bahwa Perguruan Tinggi mempunyai 3 tugas pokok, yaitu:
a.
Pendidikan
tinggi
b. Penelitian
c.
Pengabdian
terhadap masyarakat
Jadi, di Perguruan Tinggi atau yang
biasa disebut dengan kampus, tidak hanya mengajar akan tetapi mendidik. Dimana
dengan didikan tersebut mahasiswa akan lebih didampingi baik secara intelektual
dan emosional. Contoh umumnya adalah bagaimana cara mahasiswa bergaul dalam
sehari-hari mereka dengan berpedoman pada pancasila.
3. Budaya
akademik
Budaya
merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga masyarakat yang mendukungnya. Budaya
akademik merupakan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat akademik yang bersangkutan.
Masyarakat akademik di manapun berada, hendaklah perkembangannya dijiwai oleh
nilai budaya yang berkembang di lingkungan akademik yang bersangkutan. Suatu
nilai budaya yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja sama, santun,
mencintai kemajuan ilmu dan teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap
mencintai seni.
Perguruan
tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri
disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi
adalah insan-insan yang memiliki wawasan luas. Oleh karena itu masyarakat
akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan pokok dari
aktivitas perguruan tinggi.
4. Kampus
Sebagai Pengembangan Hukum Dan HAM
Kampus
merupakan wadah kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat,
sekaligus merupakan tempat persemaian dan perkembangan nilai-nilai luhur.
Selain itu, Kampus merupakan wadah perkembangan nilai-nilai moral, di mana
seluruh warganya diharapkan menjunjung tinggi sikap yang menjiwai moralitas
yang tinggi dan dijiwai oleh pancasila. Masyarakat kampus sebagai masyarakat
ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik. Masarakat kampus wajib
senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, bertanggung
jawab terhadap masarakat bangsa dan negara, serta mengabdi pada kesejahteraan
kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masarakat kampus tidak boleh tercemar oleh
kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia.
5. Kampus
Sebagai Sumber Pengembangan Hukum
Dalam rangka
bangsa Indonesia melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat
mendesak untuk mewujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan
perundang- undangan. Negara indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum,
oleh karena itu dalam rangka melakukan penataan Negara untuk mewujudkan
masyarakat yang demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda
reformasi yang pokok untuk segera direalisasikan adalah untuk melakukan
reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan
hukum yang demokratis, maka harus dilakukan pengembangan hukum positif. Sesuai dengan tatib hukum Indonesia
dalam rangka pengembangan hukum harus sesuai dengan tertib hukum Indonesia.
Berdasarkan tatib hukum Indonesia maka dalam pengembangan hukum positif
Indonesia, maka falsafah negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi
pengembangan hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No.
III/MPR/2000. namun perlu disadari, bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum
dasar nasional, adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia
nilai pancasila sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus
bersumber pada nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai yamh terkandung pada
harkat, martabat dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia
(sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang
bertumpu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV), dan
nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V).Selain
itu, tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan hukum aspirasi
dan realitas kehidupan masyarakat serta rakyat adalah merupakan sumber materi
dalam penyusunan dan pengembangan hukum.
C. Analisis
Budaya Merokok di Kalangan Mahasiswa (PRO)
Di Indonesia merokok merupakan suatu hal yang wajar, dilihat
dari kemudahan untuk mendapat rokok dan berbagai kalangan masyarakat yang
terbiasa untuk merokok. Mulai dari orang tua, anak muda sampai balita di
Indonesia ada yang sudah pernah merokok ataupun kecanduan dengan rokok. Yang
paling memprihatinkan adalah balita yang merokok. Salah satu balita tersebut
ada yang sampai menghabiskan satu bungkus rokok sehari. Dari kecil sudah
merokok bagaimana nanti dengan kesehatan tubuhnya di masa depan. Seseorang yang
mulai merokok pada saat dewasa saja banyak yang mengalami gangguan kesehatan
apalagi dari balita yang sistem kerja tubuhnya masih mengalami perkembangan.
Kebiasaan
merokok ini kebanyakan karena orangtua mereka sudah terbiasa merokok di depan
mereka dan hal tersebut menjadi lumrah dilakukan. Dari faktor lingkungan teman
juga mempengaruhi, biasanya teman-teman yang merokok selalu mengajak teman yang
lain untuk merokok dan menurut mereka tidak keren dan tidak solid apabila yang
diajak merokok menolak dan yang tadinya tidak pernah merokok pun iseng-iseng
mencoba untuk merokok.
DAFTAR PUSTAKA
Syarbaini,
M.A., Dr. H. Syahrial. 2011. Pendidikan
Pancasila (Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa) Di Perguruan Tinggi.
Ghalia Indonesia. Bogor.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jd/article/download/2544/2150.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar